1.
Biblioterapi
a.
Pengertian Biblioterapi
Istilah bibliotherapy berasal
dari bahasa Yunani, yaitu biblus berarti
buku, dan therapy yaitu
upaya bantuan psikologis, oleh karena itu bibliotherapy dapat didefinisikan
sebagai penggunaan buku-buku untuk membantu memecahkan masalah. Menurut Eva
Imania Eliasa (dalam
Bibliotherapy As A Method of Meaningful Treatment. ISSN 114 434–438)
Bibliotherapy merupakan sebuah terapi ekspresif yang
didalamnya terdapat hubungan individu dengan isi atau intisari buku, puisi dan
tulisan lain sebagai sebuah terapi.
Menurut Pardeck (dalam Apriliawati, 2011 Potensi Bibliotherapy dalam mengurangi kecemasan
akibat hospitallisasi pada anak usia sekolah. ISSN 2338-4700) “Bibliotherapy adalah
penatalaksanaan kesehatan mental dengan menggunakan buku untuk membantu
meningkatkan koping anak terhadap perubahan, masalah emosional dan mental”.
Dalam biblioterapi interaktif, fasilitator yang terlatih menggunakan diskusi
terarah untuk membantu klien mengintegrasikan respons kognitif dan perasaan
terhadap literatur yang telah diseleksi.
Bibliotherapy sering disebut juga terapi membaca, yang didalam prosesnya
seseorang yang mengalami masalah diminta membaca buku-buku yang bersifat
membantu dirinya dan memotivasi agar mempercepat penyembuhan. Membaca mengenai
kesulitan orang lain yang sama dengan mereka, dapat memberikan kesadaran dan
pemahaman terhadap masalah yang dihadapinya.
Menurut Shechtman (dalam
Eliasa,2007: 4) menekankan bahwa
“Bibliotherapyentails
the use of literature for therapeutic purposes and it includes listening to
storiesand poems, watching films, and looking at pictures. It is a playful,
engaging, and fun process.” Shechtman mengkombinasikan kegiatan
mendengarkan cerita, membaca puisi,menonton film dan gambar dilakukan didalam
rangkaian bibliotherapy, sehingga aktivitasberjalan menarik dan menyenangkan.
Terapi pustaka ini mencakup tugas
membaca terhadap bahan bacaan yang terseleksi, terencana, dan terarah sebagai
suatu prosedur treatment atau
tindakan dengan tujuan penyembuhan karena diyakini bahwa pembaca dapat
mempengaruhi sikap, perasaan, dan perilaku individu sesuai dengan yang
diharapkan. Penggunaan terapi pustaka sebagai salah satu alternatif terapi
dalam menangani berbagai permasalahan pada remaja yang perlu dipertimbangkan.
Hal ini disebabkan karena bibliotherapy dapat
merangsang remaja untuk berfikir, mudah, murah, dan dapat dilakukan kapan saja
serta melibatkan kemandirian dan partisipasi remaja sendiri secara penuh
sehingga efektivitas hasilnya cukup baik (Eliasa. Bibliotherapy As A Method of Meaningful
Treatment. ISSN 114 434–4382007).
Dari pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa biblioterapi adalah terapi penyembuhan yang
menggunakan media bahan bacaan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh
pasien yang bermasalah dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh pasien
tersebut.
b.
Faktor- faktor yang mempeharuhi keberhasilan Biblioterapi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam
tehnik biblioterapi diantaranya: 1. Usia klien, 2. Jenis kelamin, 3. Tingkat
pendidikan, 4. Intelegensi, 5. Status sosial ekonomi, 6. Budaya. (http://zainaltati.blogspot.co.id/2013/01/bk-faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html) di akses pada tanggal 16 Februari 2016 pukul 21.34 WITA.
1.
Usia klein
Klien berusia dewasa dimungkinkan lebih sulit dilakukan modifikasi persepsi
dan tingkah lakunya dibandingkan dengan klien berusia belasan tahun, karena
berhubungan dengan fleksibelitas kepribadiannya.
2.
Jenis kelamin
Jenis kelamin terutama berkaitan dengan perilaku model, faktor modeling
sangat penting dalam upaya pembentukan tingkah laku baru.
3.
Tingkat pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri dan
lingkungan, sehingga akan berbeda cara menyikapi proses berlangsungnya
konseling pada klien yang berpendidikan tinggi dengan yang pendidikan rendah.
4.
Intelegensi
Intelegensi pada prinsipnya mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri dan
cara pengambilan keputusan. Klien yang berintelegensi tinggi akan banyak
berpartisipasi, lebih cepat, dan tepat dalam membuat suatu keputusan.
5.
Status sosial ekonom
Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku. Individu yang
berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang baik akan mempunyai sikap dan
pandangan yang positif tentang masa depannya dibandingkan keluarga yang statu
ekonominya rendah.
6.
Sosial budaya
Yang termasuk dalam
sosial budaya adalah pandangan keagamaan dan kelompok etnis.
c.
Aspek intervensi dalam tehnik Biblioterapi
Menurut
Purwanto (2015 : 6) intervensi biblioterapi dapat dikelompokkan dalam empat
aspek, yaitu: (1. aspek intelektual, 2. aspek sosial, 3. aspek perilaku
individu, 4. aspek emosional).
1.
Aspek
intelektual
Pada
aspek intelektual individu memperoleh pengetahuan tentang perilaku yang dapat
memecahkan masalah, membantu pengertian diri, serta mendapatkan wawasan
intelektual. Selanjutnya, individu dapat menyadari ada banyak pilihan dalam
menangai masalah.
2.
Aspek
sosial
Di tingkat sosial, individu dapat mengasah kepekaan sosialnya. Ia
dapat melampaui bingkai referensinya sendiri melalui imajinasi orang lain.
Teknik ini dapat menguatkan pola-pola sosial, budaya, menyerap nilai
kemanusiaan dan saling memiliki.
3.
Aspek
perilaku individu
Perilaku individu akan mendapatkan kepercayaan diri untuk
membicarakan masalah-masalah yang sulit didiskusikan akibat perasaan takut,
malu, dan bersalah. Lewat membaca, individu didorong untuk diskusi tanpa rasa
malu akibat rahasia pribadinya terbongkar.
4.
Aspek
emosional
Pada tingkat emosional, individu dapat terbawa perasaannya dan
mengembangkan kesadaran menyangkut wawasan emosional. Teknik ini dapat
menyediakan solusi-solusi terbaik dari rujukan masalah sejenis yang telah
dialami orang lain sehingga merangsang kemauan yang kuat pada individu untuk
memecahkan masalahnya.
d.
Ciri-ciri tehnik biblioterapi
Adapaun
menurut Eliasa (2007 : 5 ) ciri-ciri tehnik biblioterapi adalah sebagai
berikut, di antaranya:
1. Menggunakan bahan bacaan berupa buku-buku untuk membantu memecahkan
masalah. 2. Menekankan perkembangan
pertumbuhan pengembangan diri. 3. Bisa
dilakukan oleh lebih dari satu orang. 4. Dapat dilakukan dalam bentuk kelompok. 5. Bahan
bacaan terseleksi, terencana, dan terarah. 6. Mempengaruhi sikap, perasaaan,
dan perilaku. 7. Merangsang remaja untuk berfikir, mudah, murah, dan dapat dilakukan kapan saja serta melibatkan
kemandirian dan partisipasi remaja sendiri secara penuh.
e.
Tahapan-tahapan dalam Biblioterapi
Menurut Purwanto (2015 : 9) Pelaksanaan Biblioterapi Terdiri dari 4
Tahapan, Yaitu: 1. tahap Recognition, 2. tahap Examination, 3. tahap
Juxtaposition, 4. tahap Application to self.
1.
Tahap
Recognition
Pada tahan ini peserta diberikan materi atau literatur yang
memiliki hubungan keterikatan dengan peserta. Misalnya materi yang memunculkan
ketertarikan individu, membuka imajinasi, menghentikan pikiran bertanya-tanya
atau menarik perhatian. Ada beberapa macam respon dalam tahap ini. Ada yang
terjadi secara langsung, namun ada juga yang membutuhkan waktu. Ada tiga respon
penting dalam tahap ini yaitu, unacknowledged feelings, recognizing patterns
of response, dan katarais.
2.
Tahap
Examination
Dalam biblioterapi membaca tidak hanya sekedar membaca tetapi harus
disertai dengan eksplorasi terhadap pikiran dan perasaan yang dimiliki. Dengan
bertanya pada diri sendiri what, when, why, how, how many, how much, who, dan
lain-lain.
3.
Tahap
Juxtaposition (Perbandingan)
Pada tahap ini peserta mendapat gambaran baru tentang
pengalamannya. Pada tahan ini literatur sangat membantu untuk membuka wawasan
bahwa ada yang salah atau kurang tepat selama ini. Pada tahap ini individu
menempatkan diri pada situasi yang sama dengan yang dihadapi tokoh dalam bacaan, atau biasanya individu
membandingkan diri mereka dengan tokoh atau peristiwa dalam bacaan.
4.
Tahap
Application to self
Partisipan menyelesaikan proses dengan melakukan evaluasi dan
intergrasi. Partisipan mulai menyadari tentang dirinya sendiri, mereka dapat
melihat bagaimana sikap dan prilaku dalam sudut pandang yang baru. Jika
pengalaman teraupetik menjadi sempurna, maka harus ada kesadaran berfikir dan
membuat komitmen pribadi untuk menggunakan sikap yang baru sebagai poin
petunjuk untuk berespon atau beraksi.
Menurut Nabila Chairani (dalam jurnal Potensi
Bibliotherapy dalam mengurangi kecemasan akibat hospitallisasi pada anak usia
sekolah. ISSN 2338-4700) Bibliotherapy terdiri dari tiga tahapan
yaitu: 1. identifikasi, 2. katartis, 3. wawasan mendalam (insight). Penjelasan
dari masing-masing tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi
Anak
mengidentifikasi dirinya dengan karakter dan peristiwa yang ada dalam buku,
baik yang bersifat nyata maupun fiktif. Bila bahan bacaan yang disarankan
tepat, maka klien akan mendapatkan karakter yang mirip atau mengalami peristiwa
yang sama dengan dirinya. Digunakan buku yang sesuai dengan tahapan
perkembangan usia anak dan mirip dengan situasi yang dialami anak.
2.
Katartis
Pertama-tama
pembaca mengikuti tantangan atau masalah karakter, dan kemudian membaca
bagaimana situasi ini diselesaikan. Setelah situasi teratasi, pengalaman rasa
lega terjadi. Anak menjadi terlibat secara emosional dalam kisah dan
menyalurkan emosi yang terpendam dalam dirinya (melalui diskusi atau karya
seni). Selain itu, pembaca juga dapat mengidentifikasi dirinya dengan emosi
karakter. Akibatnya, para pembaca menunjukkan emosi mereka dalam tahap ini.
Selain diikuti dengan diskusi, memungkinkan bagi anak yang sulit mengungkapkan
perasaannya secara verbal menggunakan cara lain yaitu melalui tulisan,
mewarnai, menggambar, drama dengan menggunakan boneka atau bermain peran.
3.
Wawasan
mendalam (insight)
Anak
menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi bisa diselesaikan. Permasalahan anak
mungkin saja ditemukan dalam karakter tokoh dalam buku sehingga dalam
menyelesaikan masalah dengan mempertimbangkan langkah-langkah yang ada dalam
cerita. Aplikasi bibliotherapy dilakukan dengan cara: 1. Mengidentifikasi
kebutuhan anak yang dilakukan melalui pengamatan, 2. Menyesuaikan kebutuhan
anak dengan bahan bacaan yang tepat, 3. Memutuskan susunan waktu, sesi, serta
bagaiman sesi diperkenalkan pada anak, 4. Merancang aktivitas tindak lanjut
setelah membaca seperti diskusi, menulis, menggambar atau drama, 5. Memberi
jeda waktu beberapa menit agar anak dapat merefleksikan materi bacaannya, 6. Mendampingi
anak mengakhiri terapi melalui diskusi dan menyusun daftar jalan keluar yang
mungkin atau aktivitas lainnya.
Dari
kedua pendapat diatas peneliti dapat menarika kesimpulan bahwa ada
tahapan-tahapan dalam melaksanakan tehnik biblioterapi. Apabila tahapan tahapan
ini dapat dierapkan dengan baik maka akan mempermudah bagi konselor dalam
melakukan tehnik biblioterapi ini. Dengan melihat situasi dan kondisi siswa
konselor dapat juga mengkolaborasikan tahapan-tahapan dari kedua pendapat para
ahli diatas sehingga tercipta proses konseling yang baik.
mau tanya dong kalo sumbernya semuanya kira"dari mana yah? terutama untuk tahapan-tahapan dalam biblioterapi
BalasHapus